APA ITU PASTORAL?[1]
Oleh: Pdt. Ruben
Tallo.
I.
PELAYANAN PASTORAL
Pelayanan pastoral adalah pelayanan yang
berkata-kata tentang teori dan praktek pelayanan. Juga tentang pelayanan yang
dijalankan oleh gereja atau jemaat dalam arti umum dan oleh pendeta[3]
secara khusus. Isi pelayanan pastoral pertama-tama berkata-kata tentang Allah
dan pemeliharaanNya akan manusia, lalu tentang manusia yang menerima atau
mengalami pemeliharaan Allah itu. Manusia seutuhnya adalah manusia dari tubuh
dan jiwa. Pengertian-pengertian dasar untuk pelayanan pastoral adalah:
1.
Pemeliharaan jiwa (Latin: cura animarum /
Ingg: cure of souls).
Menurut Alkitab PL bahwa manusia itu utuh dari tubuh
dan jiwa atau tubuh yang berjiwa (Kej.2:7). Manusia itu tidak mempuyai jiwa
ilahi (nefesy), karena nefesy adalah kehidupan atau makhluk
yang hidup. Nefesy adalah pengertian
yang melingkupi hakikat atau diri manusia seluruhnya. Dalam PB, dipakai kata psyckhe sebagai kehidupan individual
yang terbatas. Untuk kehidupan dalam arti umum dan kehidupan yang kekal, PB
menggunakan kata zoe, sedangkan kata sarx mempunyai dua arti yaitu manusia
yang duniawi dan makhluk yang berdosa. Jadi, manusia itu adalah seluruhnya
sebagai suatu kesatuan dalam tubuh, jiwa, dan roh. Menurut teolog Eduard Thurneysen jiwa adalah rahasia
eksistensi manusia sebagai pribadi dalam panggilannya di hadapan Allah. Allah
menciptakan manusia sebagai tubuh dan jiwa yang merupakan suatu kesatuan. Allah menciptakan manusia oleh FirmanNya dan
untuk FirmanNya itu. Allah menghidupkan dan memanggilnya, Allah
berkata-kata kepada dan dengan manusia itu. Manusia mengaku
bahwa ia diciptakan untuk mendengar Allah dan mengakui sebagai Allahnya.
Manusia berdiri di hadapan Allah dinyatakan oleh roh dan gambar Allah yang
memungkinkan manusia untuk masuk dalam relasi dengan Allah.
2.
Konseling Pastoral
Hal ini timbul dari konseling umum dari pekerjaan
sosial yang dijalankan sesudah perang dunia II. Menurut sejarahnya, pekerjaan
sosial di Amerika selama 30 atau 40 tahun terakhir dapat dibagi dalam IV fase:
I.
persoalan penderita-penderita. Memberikan uang dan nasihat kepada penderita
dengan keyakinan bahwa dengan bantuan itu mereka telah menolong para penderita
untuk mengatasi persoalan mereka. Tetapi kemungkinan itu tidak benar, karena
sikap mau membantu itu hanya sebagian kecil dari persoalan total yang para penderita
sedang hadapi.
II.
Perhatian ditujukan kepada para penderita sebagai pribadi. Para konselor masih
menganggap diri sebagai orang-orang yang lebih penting dalam konseling dengan
anggapan lebih mengetahui kebutuhan para penderita.
III.
Kebenaran anggapan mereka mulai disangsikan. Mereka mulai mengakui bahwa para
penderita harus diikutsertakan dalam usaha menyelesaikan persoalan yang mereka
hadapi. Pandangan dan sikap terhadap persoalan yang dihadapi tidak boleh
disampingkan begitu saja. Metode pelayanan mulai berubah dengan cara
mendengarkan (listening) dari para
penderita mendapat tempat yang penting dalam konseling.
IV.
Cara koseling berubah. Pekerja sosial bekerja sama dengan para penderita
melalui cara membangkitkan tenaga-tenaga yang tersembunyi atau terpendam dalam
diri mereka, sehingga para penderita dapat menolong diri sendiri. Inilah yang
disebut konseling.
Sesudah perang dunia II, gereja-gereja di Amerika
mengambil alih metode ini untuk pekerjaan mereka tetapi dengan kesadaran penuh
bahwa pelayanan gereja harus berdasarkan pelayanan Allah kepada manusia seperti
yang diberitakan oleh Kitab Suci. Dan untuk membedakannya dengan konseling
umum, maka mereka menyebutnya konseling
pastoral. Menurut seorang teolog Belanda, bernama Brillenburg Wurth bahwa orang-orang di Amerika mau memperoleh
nasihat (Latin:consulere: memberi
nasihat) dan ‘jawaban” atas situasi pelayanan pastoral ini. Karena itu, seorang
pastor (konselar) sangat tinggi dihargai karena ia adalah seorang yang praktis,
mengasihi penderita yang ia tolong, seorang yang cukup mempunyai pengetahuan
tentang kehidupan. Nasihat-nasihatnya harus jelas dan konkrit dan dapat
digunakan dalam praktek. Namun, maksud dan tujuan konseling pastoral bukanlah
untuk memberikan nasihat. Kata konseling ini sudah lazim dipakai sehingga
akhirnya mengambil keputusan untuk menggunakannya saja.
3.
Penggembalaan.
Penggembalaan adalah pelayanan yang dijalankan oleh
pastor. Pastor adalah kata Latin yang
berarti gembala. Motif gembala yang
terdapat dalam Alkitab adalah ekspresi dari penjagaan atau pemeliharaan Allah
yang penuh dengan kasih. Allah yang memimpin umatNya melintasi sejarah, Ia juga
penjaganya yang tidak terlelap dan tidak tertidur (Mzm.121:4). Hal ini Allah
tugaskan kepada setiap orang (Kej.4:9). Jadi motifnya adalah motif kasih dan
motif penghiburan (Yes.40:1). Allah memihak kepada orang-orang yang lemah,
miskin, tertindas, dan tidak mempunyai penolong (Mzm.72:12). Allah murka
terhadap gembala-gembala yang tidak menggembalakan umatNya (Yeh.34), Allah
sendiri yang akan mengambil alih tugas mereka (Yeh.34:11 dyb), Allah sendiri
yang akan memperhatikan, mencari, dan membawa mereka keluar ke tempat yang
subur rumputnya dan banyak airnya (Mzm.23). Dalam PB, kita temukan dalam
pekerjaan Yesus Kristus sebagai gembala yang baik (Yoh.10), Yesus sebagai
gembala mengenal domba-dombaNya dan mereka mengenal suara Yesus. Yesus menuntun
mereka dan mereka mengikutiNya, Ia membela terhadap serigala dengan jalan
mempertaruhkan nyawaNya, hatiNya tergerak oleh belas kasihan karena mereka
lelah dan terlantar seperti domba yang tidak mempunyai gembala (Mat.9:36).
Yesus juga rela meninggalkan 99 ekor domba dan pergi mencari seekor yang sesat
sampai Ia menemukannya (Luk.15:4). Yang sesat di sini ialah mereka yang paling
hina: pelacur, pemungut cukai, yang tidak
mengenal Taurat, orang cacat, orang najis, dan yang dikucilkan dari pergaulan
hidup sehari-hari. Yesus tidak mengangkat diriNya atas mereka tetapi duduk
bersama-sama dengan mereka, mengerti mereka, tidak menghakimi mereka, tidak
mempersalahkan mereka, mau solider dengan mereka (lewat baptisanNya), berdiri
di samping mereka sebagai Hamba Allah untuk melayani manusia dengan kasih,
bahkan rela mati di kayu salib. Yesus tidak mencari muka (Mrk.12:14), jujur,
tidak takut kepada siapa pun, utusan Allah untuk memberitakan tentang
KerajaanNya, bersifat terbuka, lemah lembut dan rendah hati. Tetapi dalam penilaianNya, Yesus dapat bersikap
keras dengan mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dll
(Mat.11:20-24; 23:13-36; Mrk.11:12-14). Sebagai gembala, Yesus juga bergaul
dengan orang-orang yang Ia temui, karena setiap orang mempunyai hidupnya sendiri.
PergaulanNya tidak menurut suatu mode yang tertentu, tetapi mempunyai sifat
atau karakter tersendiri. Pelayanan Yesus adalah pelayanan yang “person-centered” seperti yang disaksikan
oleh peginjil Yohanes: “Gembala yang baik mengenal domba-dombaNya dan
domba-dombaNya mengenalNya” (Yoh.10:14, 27). Yesus sering memanggil orang-orang
datang kepadaNya tapi tidak memaksa
mereka untuk mengikutiNya. Yesus hanya mencari tapi tidak memforsir sesuatu keputusan. Yesus menasihati dan
membangunkan mereka untuk saling menggembalakan, saling mengasihi, saling
menghibur, saling melayani, saling mendoakan, dll. Dan yang terutama seperti
yang dikatakan oleh rasul Paulus bahwa harus mereka lakukan sesuai dengan
contoh yang diberikan Yesus yaitu dengan jalan mengosongkan diri dan melayani
seperti seorang hamba. Elemen-elemen kasih,
solidaritas, kesabaran, nasihat, penghiburan yang kita temui melalui motif
penggembalaan adalah paling penting dalam pelayanan pastoral atau pelayanan
penggembalaan.
4.
Pastorat
Pastorat adalah pelayanan dan perhatian kepada orang
lain yang mencakup manusia seutuhnya
dengan memperhatikan situasi yang berbeda-beda dalam pertemuan dan percakapan
berdasarkan iman kristiani, terikat pada persekutuan kristiani, bersama-sama
dengan organisasi lain yang terarah pada masyarakat. Menurut teolog J. Firet, pastorat mempunyai karakter agogis (bersifat menuntun) dengan
memberikan bantuan seperti pekerjaan sosial, pelayanan psikologi, dan
psikoterapi. Esensi dari pastorat
adalah keterarahan antropologisnya yaitu ditujukan kepada manusia sebagai individu. Kehidupannya sendiri dengan segala
persoalannya termasuk persoalan iman dalam segala relasi sosialnya dimana ia
hidup supaya ia dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah. Di sini bukan berarti
individualisme tetapi pada individuasi yaitu terjadinya manusia sebagai
individu dalam relasi dengan
manusia-manusia yang lain atau individuasi melalui partisipasi dalam
masyarakat.
5.
Pemeliharaan Rohani
Ini sama dengan pemeliharaan jiwa kategorial.
Menurut Firet memahami kata ‘rohani’ harus bertolak dari manusia sebagai roh
dalam arti manusia seutuhnya tetapi ditinjau dari fungsinya yang rohani. Di
sini kita dapat mengingat akan orientasi hidup yaitu cara seorang manusia
memberikan makna, isi dan arti kepada hidupnya. Yang penting bagi pengertian
‘rohani’ ialah pertanyaan tentang makna
atau arti hidup. Dalam pelayanan pastoral dimensi makna ini nampak dengan
jelas terutama dalam situasi di mana orang percaya mempertanyakan sikapnya
terhadap apa yang terjadi dengan dirinya. Situasi psikis dan rohani berkaiatan
erat. termasuk dalam hal kesehatan psikis dan kesehatan rohani. Kesehatan
rohani adalah mengalami dan memelihara makna
hidup, keberanian untuk bebas, menyerahkan diri kepada pembebasan batiniah,
dll. Jadi tugas dari pastorat adalah memelihara manusia sebagai roh. Artinya
dalam pelayanan pastor memperhatikan dan membicarakan dengan anggota jemaat
hal-hal harapan dan kekecewaannya, keberanian dan ketakutannya, kepercayaan dan
kebimbangannya, kesalahan dan kesepiannya, dsb. Semuanya itu dilakukan dalam
perspektif Kerajaan Allah dan dalam relasi dengan situasi fisik, psikis, dan
kemasyarakatannya.
6.
Teologi Pastoral
Menurut ensiklopedi teologi, bidang yang mencakup
pembentukan teori tentang isi dan praktek pastorat disebut teologi pastoral. Teologi pastoral biasa disebut juga “poimenik”,
artinya ilmu tentang gembala. Teologi pastoral adalah bagian dari teologi
praktika. Teologi praktika adalah teologi yang berkata-kata tentang pelayanan
gereja di berbagai bidang. Bidang-bidang teologi pastoral adalah:
1. Pemikiran secara teologi dan perenungan secara
kritis tentang apa yang dilakukan dalam pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral
adalah pelayanan yang mempunyai tugas intermediair,
artinya tugas sebagai alat untuk menyampaikan karunia. Yang penting dalam
teologi pastoral adalah soal relasi.
2. Relasi antara manusia dan ilmu psikologi.
Kerjasama antara teologi pastoral dengan psikologi pastoral mencakup persoalan
yang bersifat hermeneutis, artinya
hubungan injil dengan perasaan dan pengalaman manusia. Teologi pastoral
menyibukkan diri dengan bidang teologi dan psikologi dalam ajarannya saling
menyinggung.
3. Praktek pastoral. Bentuk dan isi pastorat
memberikan perhatian terhadap relasi pastoral dalam percakapan individual dan
kelompok tentang sikap dasar pastoral untuk gereja dan jabatan juga memainkan
peranan penting. Yang penting dalam teologi pastoral adalah bagaimana anggota
jemaat dapat dibina dan dimampukan untuk melayani kedatangan Allah kepada
manusia dalam situasi kehidupannya sendiri.
1.
Sebagai pemberitaan firman.
Jenis ini berasal dari eropa Barat dengan tokoh
pertama yang paling terkenal adalah Eduard
Thurneysen, kawan dari Karl Barth. Menurutnya pelayanan pastoral
(pemeliharaan jiwa) adalah pemberitaan firman yang berintikan pengampunan dosa
kepada individu dalam bentuk percakapan. Sifatnya anti klarikal, yang bukan
saja ditugaskan kepada pejabat-pejabat gereja tetapi juga kepada anggota jemaat
yang lain atau kepada seluruh jemaat. Namun, pendeta adalah seorang pastor.
Sifat reformatoris lainnya nampak pada tempat yang diberikan kepada pembenaran
(yustifikasi) sebagai karya Allah dalam Yesus Kristus yang mencakup seluruh
manusia. Juga erat hubungannya dengan aspek pengudusan (sanktifikasi) sebagai
aspek dari firman Allah yang satu. Manusia dibenarkan oleh Allah dan dikuduskan
olehNya serta dipimpin kembali ke dalam persekutuan dengan jemaat sebagai tubuh
Kristus. Thurneysen juga lebih dekat dengan Calvin yang nampak dari
pandangannya tentang hubungan antara Injil dan hukum. Hukum adalah bentuk
firman Allah yang datang kepada manusia. Hukum bukan saja penerapan dari Injil
tetapi juga akta pengudusan dan akta disiplin. Tugas disiplin adalah menjaga
supaya kekuatan atau kuasa yang terpancar dari firman dan sakramen benar-benar
bekerja dalam hidup jemaat. Disiplin gerejawi adalah tempat pelayanan pastoral
didasarkan. Pengaruh dari Christoph Blumhart, Thurneysen mengajarkan bahwa
pelayanan pastoral adalah suatu perjuangan karena dosa adalah suatu kuasa yang
harus dimusnahkan; juga dikatakan bahwa suatu exorsisme karena persoalan
penderitaan manusia adalah keterikatan dan perhambaannya kepada kuasa-kuasa
demonis. Maka pelayanan pastoral harus membawa pembebasan dan harapan.
Sedangkan pengaruh yang paling penting dari Barth adalah: 1. Antropologi
Thurneysen. Menurut Thurneysen psikologi sebagai pengetahuan imperis mempunyai
hubungan dengan fenomena-fenomena. Psikologi memberi pengetahuan tentang
manusia, sedangkan teologi lebih dari pada itu karena memberi pengertian
tentang manusia. 2. Tentang hubungan injil dan hukum. Hukum adalah bentuk dari
injil dan injil adalah isi dari hukum. Menurutnya, pelayanan pastoral sebagai
pemberitaan firman adalah injil dan hukum yang menuntut penyesalan dan
pertobatan sesudah mendengar injil. 3. Pelayanan pastoral sebagai pemberitaan
firman kepada individu-individu. Tanpa pengetahuan dan pengertian akan diri
sendiri manusia tidak dapat datang kepada injil dan kepada penyembuhan.
Kebenaran dan keselamatan tidak ia temukan dalam dirinya sendiri.
Jadi, pelayanan pastoral sebagai pemberitaan firman
adalah satu-satunya bentuk pelayanan pastoral yang benar-benar melayani injil
sebagai berita dari presensia dan aktivitas Allah yang menyelamatkan dalam
Yesus Kristus. Lalu terjadi pergeseran pikiran atau pandangan dari Thurneysen
a.l: 1. Disiplin sebagai kerangka
pelayanan pastoral tidak di sebut lagi. 2. Istilah ‘percakapan’ digunakan
secara bergantian dengan istilah ‘pertemuan’. 3. Ruang lingkup pelayanan
pastoral makin ditujukan ke luar atau dunia yang sekuler. 4. Bidang isi
pelayanan pastoral, bukan lagi pengampunan dosa tetapi Kerajaan Allah sehingga
lebih luas.Selanjutnya menurut H.
Asmussen, pelayanan pastoral (pemeliharaan jiwa) adalah pemberitaan firman
kepada anggota jemaat sebagai individu (orang seorang). Yang dimaksud dengan
pemberitaan firman itu adalah percakapan antara dua orang atau antara pastor
dengan anggota jemaat. Pastor harus menjaga supaya orang yang ia layani tidak
melarikan diri dari padanya. Orang itu diperhadapkan dengan Allah sehingga
terjadi pergumulan dengan Dia sehingga berakhir dengan kemenangan anugerah.
Pastor harus memberitakan firman supaya bisa menunjuk kepada percaya. selanjutnya
menurut A.D.Muller, pelayanan
pastoral adalah suatu bentuk tersendiri dari pertemuan antara Allah dan manusia
di mana merupakan suatu fungsi yang mandiri dari gereja karena pengertian
‘bantuan’ mendapat tempat yang sentral. Jadi, pelayanan pastoral adalah bantuan
hidup dan bantuan percaya yang berdasar atas pengikutan orang sebagai murid
akan Kristus. Padangan ini dianut juga oleh O. Haendler, yang mengatakan bahwa pelayanan pastoral bukan saja
pemberitaan firman tetapi juga pengkonkretisasian yakni memberikan keterbukaan
yang benar ke arah aspek-aspek antropologis dan psikologis dari segala sesuatu
yang dikatakan dalam pemberitaan firman. Maka pelayanan pastoral ini diarahkan
kepada problema-problema khusus dari orang yang digembalakan. Salah seorang
tokoh lainnya adalah H.O.Wölbert mengatakan
bahwa pelayanan pastoral adalah suatu
perluasan dalam usaha mencari bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Misalnya
tentang pengosongan diri Allah (kenosis
Theou) sebagai tempat yang sentral dalam pelayanan pastoral, terutama
dimanifestasikan dalam perumpamaan domba yang hilang. Jadi, pelayanan pastoral
adalah apostolat atau pengutusan dari kemurahan Allah yang tidak terbatas
kepada manusia yang sesat dan hilang. Pelayanan ini diberikan oleh anggota
jemaat kepada orang yang menderita, yang hidup dalam kebimbangan, yang berdosa,
yang sedang menghadapi maut, dalam ketakutan dan pergumulan mereka. Di
gereja-gereja Belanda ada Brillenburg
Wurth, tentang pelayanan pastoral ia melihat sebagai penerapan secara
pribadi dari firman Allah pada domba-domba Kristus yang hilang. Lalu Roscam Abbing mengatakan bahwa
pelayanan pastoral berbeda dengan pemberitaan firman sbb: 1. pemberitaan fiman
untuk jemaat, sedangkan pelayanan pastoral untuk anggota jemaat sebagai
individu 2. pemberitaan firman mengandung unsur pemberitaan saja, sedangkan
pelayanan pastoral mengandung unsur nasihat atau kecaman 3. Pada hari minggu
injil didahulukan, pada hari-hari lain hukum yang didahulukan. 4. dalam
pemberitaan, anugerah tampil ke muka; pelayanan pastoral hukuman yang tampil.
5. pemberitaan firman lebih mengenal dosa tunggal, pelayanan pastoral lebih
mengenal dosa jamak. 6. PF bertalian dengan keakuan, PP bertalian dengan sifat
atau watak manusia. 7. PF mengandung unsur kesaksian, PP mengandung unsur
nasihat. 8. PF berlangsung dalam ketenangan, PP berlangsung dalam pergumulan
dan perjuangan.
2.
Pelayanan pastoral sebagai konseling.
Berasal dari Amerika Serikat. Oleh banyak orang
biasa disebut juga sebagai sebagai pemberian bantuan.Tokoh yang dikenal sebagai
bapak konseling ini adalah A.T.Boisen.
Pikirannya tentang pelayanan pastoral jenis ini sangat dipengaruhi oleh
pengalaman hidup dan kisah penyakitnya sendiri. Menurut Boisen, seorang pastor
sangat penting untuk ‘belajar membaca’ orang yang bergumul dengan kesusahan dan
penderitaan sebagai suatu ‘dokumen manusiawi yang hidup’. Tese sentral dari
seluruh karyanya yaitu bahwa bentuk-bentuk tertentu dari kebobrokan mental erat
berhubungan dengan bentuk-bentuk tertentu dari pengalaman religius. Gangguan
psikis dapat disebabkan oleh kontak-kontak sosial yang tidak lancar dan oleh
konflik-konflik hidup yang tidak terselesaikan. Selain Bosen, ada juga Richard C. Cabot (1925) yang banyak
memberikan perhatian terhadap pelayanan pastoral di rumah-rumah sakit. Teolog
Pastoral Amerika yang paling terenal adalah Seward Hiltner yang karyanya mempunyai dua ciri pokok yaitu: satu,
terarah ke praktik pastoral; dua, diasarkan atas suatu pertanggungjawaban yang
panjang lebar di bidang psikologis dan teologis. Karyanya yang menonjol adalah
suatu interaksi yang terus menerus antara teori dan praksis dengan mengikuti
jalan induktif. Prinsip yang paling penting dalam karyanya adalah ‘learning by doing’ dan ‘learning from observation’. Ciri khas
Hiltner dalam memakai istilah ‘dynamic’ baik dalam bidang psikologis maupun
bidang teologis. Arti dari ‘psychological
dynamics’ adalah sesuatu yang diterapkan dalam konseling dan dipelajari
dari konseling. sedangkan arti dari ‘theological
dynamics’ adalah hubungan antara ketegangan-ketegangan dan
keseimbangan-keseimbangan. Dalam pendekatan teologisnya, Hiltner bertolak dari
kehidupan praksis dan sosial manusia dalam kekuatan atau kuasa yang bekerja di
dalamnya. Tugas teologi adalah menginterpretasi hidup yang aktual dari manusia
dan memberikan bimbingan kepadanya. Dalam pelayanan pastoral Hiltner memberikan
suatu pertanggungjawaban tentang metode teologis yang bertolak dari suatu
pembagian antara Alkitab, sejarah, etika,dll (logic centered fields) dan bidang teologi praktika (operation
centered areas). Bidang-bidang ini dapat ditinjau dari tiga sudut pandang
yaitu: penggembalaan, komunikasi, dan organisasi. Yang paling penting dari
ketiganya adalah penggembalaan. Hubungan antara teori dan praksis ialah
korelasi antara pengetahuan psikologis dan pengetahuan teologis. Misalnya dalam
pelayanan pastoral contoh implikasi psikologis dan korelasinya dalam hal
‘penerimaan’(akseptasi), yang juga mempunyai implikasi teologisnya sama dengan
kristologis. Hal ini dipengaruhi juga oleh Paul
Tillich yang berusaha mengkomunikasikan ajaran tentang penerimaan
(akseptasi) dan ajaran tentang pembenaran oleh iman kepada orang kriten modern
bahwa Oleh Yesus Kristus Allah menerima/mengakseptasi kita semata-mata karena
anugerahNya yang kita sambut dalam percaya. Maka Hiltner merumuskan bahwa konseling pastoral adalah usaha yang
dijalankan oleh pastor untuk membantu orang agar ia dapat menolong dirinya
sendiri oleh proses perolehan pengertian tentang konflik-konflik batiniahnya.
Dengan demikian maka nyatalah bahwa konseling pastoral adalah suatu proses yang
berusaha memecahkan persoalan oleh relasi antara pastor dan anggota jemaat;
pastor adalah pembantu dari anggota jemaat yang ia gembalakan; bantuannya dalam
bentuk percakapan yang sebaik mungkin. Dalam dapat percakapan, pastor membantu
supaya jemaat melihat persoalan dengan jelas dan menerimanya sebagai
pesoalannya. Tujuan akhir konseling pastoral adalah supaya oleh bantuan pastor
anggota jemaat yang telah memperoleh pengertian tentang persoalannya dapat
menolong dirinya sendiri. Selanjutnya konseling pastoral menurut Rogers, seorang psikolog terkenal bahwa
perkembangan manusia, interaksi, dan komunikasi antara psikoterapeut dan klien
dipakai sebagai model. Perhatian terapeut harus diarahan seluruhnya pada diri klien
dan menerimanya sebagaimana ia ada. Hal ini dilakukan dengan hangat dan simpati
terhadap klien yang harus dihormati sebagai saudara sendiri. Dengan cara ini
maka pembelaan diri oleh klien akan musnah dengan sendirinya. Klien menempati
tempat yang sentral dalam konseling sehingga ia yang menentukan sifat dan tempo
komunikasi. Tapi terapeut harus secepatnya mengambil alih kerangka referensi
dari klien supaya tiba kepada suatu empati yang dalam dan dapat melihat dunia
dengan mata klien. Maksud konseling ialah supaya klien dapat melihat dirinya
sendiri dan dunia sekelilingnya secara realistis dan benar-benar menjadi
dirinya sendiri. Maka klien akan memperoleh keberanian untuk mengungkapkan apa
yang ada di dalam dirinya. Yang diutamakan adalah manusia yang dibebaskan dan
yang menentukan sendiri norma-norma yang ia mau gunakan dalam hidupnya.
Selanjutnya, menurut Hulme yang
memberikan suatu ikhtisar dari prinsip konseling dan hubungannya dengan
pendapat teologis merumuskannya sbb: konseling adalah suatu proses yang
terletak pada persoalan dan diri orang yang dikonsel. Tujuan konseling adalah
untuk pemecahan persoalan dan kematangan orang yang dikonsel sehingga ia lebih
mampu menghadapi persoalan yang akan ia temui nanti. Implikasi teologis dari
konseling pastoral selanjutnya dikemukakan oleh W.E.Oates. Menurut Oates, pastor adalah wakil Allah di dunia (2
Kor.5:20), yang dalam pekerjaannya tidak menunjuk kepada dirinya sendiri tetapi
harus memberikan perhatian pada implikasi religius dari penderitaan manusia.
Pelayanan pastoral adalah pelayanan yang sangat penting dan pekerjaan
profesional. Dalam pekerjaannya sebagai pastor harus bertolak dari
prinsip-prinsip protestan: kedaulatan Kristus sebagai Tuhan, percakapan yang
bertanggungjawab antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk,
persembahan hidup kepada Allah dan panggilan imamat dari tiap orang percaya,
pembebasan dari pembenaran diri sendiri ke dalam kebebasan karena pembenaran
oleh percaya. Roh Kudus berada pada tempat yang sentral saat konseling. Pastor
hanya sebagai pelayanNya. Dari semua
pendapat di atas ada tiga tokoh yang sangat kritis di bidang teologis yaitu T.C. Oden, J.E.Adams, dan R. Maurer/Mowrer. Menurut Oden, ia mempersalahkan Tillich dan
Hiltner lalu ia memperjuangkan suatu ajaran tentang analogi yang benar yaitu
analogi fidei dari Karl Barth bahwa suatu pendekatan kristologis dari proses
konseling di mana penyataan Allah dalam Kristus mendapat tempat yang sentral.
Kemudian menurut Adams, Rogers dan
Freud yang kurang memberi perhatian terhadap tanggugjawab dan kesalahan (dosa).
Adams mengembangkan suatu konsep konseling di mana unsur nasihat/kecaman harus
memainkan peranan penting. Dalam pelayanan konseling firman Allah harus
memainkan peranan penting dan Roh Kudus menuntut hal itu dari pastor. Pastor
dapat belajar bagaimana ia harus bertindak dalam berbagai situasi yang ia
hadapi. Akhirnya menurut Mowrer,
yang juga menentang Rogers dan Hiltner karena terlampau banyak dipengaruhi oleh
Freud sehingga ia secara radikal menolak ajaran Freud. Ia memulihkan ajaran
Boisen yang memberikan perhatian terhadap kesalahan (dosa) manusia.
3.
Pelayanan pastoral sebagai persekutuan dan diakonia.
Manusia yang sesungguhnya yaitu manusia yang hidup
di dalam berbagai relasi dengan sesama manusia. Manusia tidak dapat dipahami
kalau terlepas dari hubungan-hubungannya itu lalu meninjaunya sebagai individu
yang hidup seorang diri. Dalam bidang teologi, ada pemahaman tentang
persekutuan kristen bahwa manusia yang diselamatkan oleh Kristus dan yang kita
layani dalam pastorat ialah bukant individu yang hidup dalam isolemen, tetapi
anggota dari jemaat Yesus Kristus. Dalam jemaat ia memperoleh persekutuan dengan
Kristus dan anggota-anggota jemaat yang lain. Oleh persekutuan itu ia
memperoleh keselamatan yang dianugerahkan Tuhan kepada umat manusia. Dalam PB,
pelayanan pastoral mencakup hidup manusia seluruhnya dan dilakukan oleh semua
anggota jemaat untuk semua anggota jemaat. Pelayanan pastoral tidak dapat
dipisahkan dari persekutuan. Maksud pelayanan pastoral sebagai persekutuan ini
adalah memperbaiki hubungan yang rusak supaya anggota jemaat yang bersangkutan
mendapat kembali tempatnya dalam persekutuan sehingga ia dapat berfungsi lagi
sebagai anggota tubuh Kristus. Masalah persekutuan adalah masalah zaman modern
merupakan tantangan yang besar. Tidak ada orang yang memberikan kepada mereka
persekutuan yang mereka butuhkan (the
lonely one’s). Mereka seperti gumpalan pasir yang tidak mempunyai ikatan,
yang tidak ada persekutuan yang sesungguhnya, tidak ada persaudaraan, tidak ada
hidup bersama dengan dan untuk orang lain (Verkuyl). Gereja harus menaruh
perhatian yang khusus. Mereka membutuhkan kunjungan, percakapan, bimbingan, dan
persekutuan. Gereja harus menjadi rumah supaya mereka dapat berlindung setiap
saat dan mengalami persaudaraan dan kekeluargaan yang sesungguhnya. Pelayanan
pastoral sebagai pemberian bantuan dapat disebut juga sebagai diakonia.
Diharapkan supaya dalam praktik pelayanan lebih diutamakan lagi dalam bentuk
perbuatan. Gereja harus benar-benar berfungsi sebagai persekutuan pelayanan
bagi mereka yang lapar, yang dahaga, yang telanjang, yang sakit, dll.(Mat.25).
Müller dalam karyanya tentang penataan kembali ibadah jemaat mengatakan bahwa
gereja yang benar ialah gereja orang Samaria yang murah hati. Kita membutuhkan
dalam pelayanan para diaken sebagai komponis persekutuan.
Fungsi pelayanan pastoral ialah apa yang pelayanan
pastoral benar-benar secara nyata kerjakan atau hasilkan. Ada empat fungsi
pastoral yang paling penting yaitu:
1.
Menyembuhkan manusia seutuhnya.
Alkitab tidak mengenal dikotomi manusia (tubuh dan
jiwa) atau trikotomi (tubuh, roh, dan jiwa), tetapi mengenal manusia sebagai
suatu kesatuan dari tubuh, roh dan jiwa. Di situ ia berada bersama-sama dengan
manusia lain. Manusia mempunyai relasi sehingga kita pahaminya dari dalam
relasi-relasi itu. Ia juga hidup dalam suatu konteks politik, sosial, dan
kebudayaan tertentu. Relasi yang terutama adalah relasi dengan Allah
penciptanya, sehingga bisa disebut sebagai manusia religius (homo religiosus), artinya selalu
mempunyai hubungan dengan sesuatu kuasa di luar atau di dalam dirinya. Melayani
manusia yang utuh dalam arti pastoral adalah melayani secara fisik dan psikis
sehingga ia dapat berfungsi lagi dalam hidupnya dengan baik. Menurut Karl
Barth, ungkapan “mens sana in copere sana”
harus ditambahkan dengan ungkapan “in
societate sana”, karena banyak konflik dan persoalan yang dialami sering
berhubungan dengan konflik dan persoalan dalam masyarakat (societate). Sejarah fungsi
penyembuhan ini mulai dari pekerjaan Yesus di dunia, lewat perkataan dan
perbuatanNya. Pekerjaan penyembuhan ini mencakup penyakit jasmaniah dan
rohaniah, a.l: (Mat.4:23; 8:7; Luk.4:23 –therapeuo).
(Mat.8:8 – iaomai). (Yoh.5:4-15;
Kis.4:10 – hygiaino). (Mat.8:22 dyb,
Mat.10:8; 4:9; Luk.4:27; 17:14-17 –katharizo).
(Mat.9:21 dyb; Mrk.10:52; Luk.17:19 – soizo).
(Luk.13:12 dyb – apolyo). Penyembuhan
erat hubungannya dengann pengampunan. Penyembuhan dengan perkataan dan
perbuatan yang dilakukan oleh Yesus mempunyai arti yang sama karena keduanya
bekerjasama atau bergandengan tangan. Ilmu kedokteran adalah sauatu karunia
Allah juga dan pelayanan medisnya ada hubungan dengan pelayanan penyembuhan
yang dilakukan oleh Yesus.
2.
Membantu orang yang kita layani dalam pastorat.
Banyak orang dalam situasi sulit dan bergumul dengan
berbagai macam persoalan sehingga hampir putus asa dan tidak tahu apa yang
mereka harus lakukan. Mereka membutuhkan bantuan. Bentuk-bentuk bantuan yang
bisa kita berikan a.l: 1. membantu dengan perkataan dan perbuatan supaya
penderitaan tidak bertambah berat. 2. menghibur dan menguatkan mereka kalau
mereka terbuka untuk bantuan ini. 3. memobilisasi dan menyusun kembali tenaga
mereka yang masih ada supaya dapat menghadapi persoalan mereka. 4. membantu
supaya mereka dapat memulai lagi hidup baru dalam situasi baru dimana mereka
berada. Sejarah fungsi ini sudah ada
sebelum ada Alkitab, yakni dalam literatur Yunani kuno. Para filsuf mempunyai
tugas untuk menghibur orang-orang yang berduka. Salah seorangnya adalah Antiphon mempunyai suatu balai atau
klinik penghiburan. Selain para filsuf ada juga pujangga-pujangga dan orang-orang
yang bertugas untuk meratapi orang-orang mati dan menghibur keluarga yang
mereka tinggalkan. Dalam Alkitab, istilah yang paling banyak digunakan adalah nikham yang berarti membuat orang
bernafas dengan lega dalam suatu situasi yang sulit. Penghiburan itu diberikan
dengan perkataan dan perbuatan dengan roti dan anggur (Yer.16:7). Penghiburan
manusia mempunyai hubungan dengan penghiburan Allah, seperti sifat seorang ibu
(Yes.66:13) dan kiasan seorang gembala yang menggembalakan dan menghimpunkan
dombaNya dengan tanganNya; anak-anak domba dipangkuNya dan induk domba
dituntunNya dengan hati-hati (Yes.40:11). Dalam PB, istilah parakalein yang mempunyai dua arti
yakni: menasihati dan menghibur. Kedua arti ini bermaksud untuk mengikat orang
keluar dari kesusahannya. Hal penghiburan dan pengharapan mempunyai hubungan
yang erat. Siapa yang menghibur orang berduka, ia harus menempatkan diri di
tempat orang itu sehingga dapat merasakan apa yang dirasakan orang berduka itu,
maka dapat membantunya untuk mengatasi kedukaannya. Pelayanan dalam bentuk
nasihat dan penghiburan ini sangat penting dalam gereja. Pemberian bantuan ini
berkaitan dengan kesusahan, penderitaan, dan kematian. Kitab Ayub dapat
membantu kita dalam hal ini. Ayub tidak melarikan diri dari Allah, sehingga ia
sendiri mengakui Allah dalam penderitaannya bahwa: “Hanya dari kata orang saja
aku mendengar tentang Engkau. Tetapi sekarang mataku sendiri memandang
Engkau”.(Ay.42:5). Gereja masa kini mempunyai tanggung jawab yang penting
terhadap anggotanya dalam hal kesusahan, kesepian, penderitaan, dll. Yang
paling dibutuhkan adalah bantuan yang konkret: penghiburan, persekutuan,
solidaritas. Reedijk mengatakan
bahwa: “Saya yakin bahwa hanya kalau orang tahu apa itu percaya, ia dihibur dan
oleh penghiburan itu ia mendapat keberanian untuk melanjutkan perjalanan
kehidupannya. Seorang pastor harus memiliki sifat solidaritas yang melebihi
relasi bantuan yaitu solidaritas seperti dengan saudaranya.
3.
Menuntun orang yang kita layani dalam pastorat.
Pelayanan pastoral adalah suatu proses yang panjang.
Jalan yang ditempuh seseorang biasanya tidak lurus dan licin, malahan
berliku-liku. Karena itu membutuhkan kawan untuk menuntunnya. Dalam keadaan
sulit biasanya sering mencampuraduk dengan hal-hal yang tidak penting, sehingga
fakta-fakta yang disampaikan kepada pastor banyak kehilangan nilai obyektifnya.
Maksud dari tuntunan ini adalah supaya dengan bantuan pastor seseorang dapat
melihat kesalahannya. Ketika kesadarannya akan hal-hal yang negatif mulai
nampak maka pastor harus menjelaskan hal itu kepadanya sehingga ia dapat
melihat persoalannya dengan lebih terang, asal saja pastor melakukannya dengan
hati-hati dan secara bijaksana. Pastor harus berjalan atau berada di sisi
anggota jemaat atau mengikutinya setapak demi setapak dalam usaha menjelaskan
perasaan dan reaksinya sehingga ia akan puas dan merasa aman. Dalam percakapan
pastoral seorang pastor yang mungkin telah berpengalaman dan lebih terang
melihat persoalan jemaat harus lebih bijaksana dengan menyimpan dahulu pendapat
dan konklusinya dan berusaha menolong anggota jemaat untuk dapat melihat apa
yang telah dilihat pastor supaya ia dapat menarik konklusi sendiri. Pastor
menunggu sampai anggota jemaat sendiri beroleh pengertian tentang persolannya.
Pastor berusaha sedapat mungkin menghindari segala macam interpretasi dan
komentar. Interpretasi artinya menambahkan apa yang pastor pikirkan tentang
keadaan anggota jemaat dan yakin bahwa mereka pun berpikir demikian. Sejarah fungsi ini juga sudah ada jauh
sebelum Alkitab. Dalam semua agama sudah ada sebutan-sebutan ‘guru’, ‘rabi’,
‘orang bijak’, dll. Mereka mempunyai kuasa dan memangku suatu jabatan yang
tinggi secara religius dan etis yang harus ditaati oleh rakyat biasa. Dalam
dunia Yunani ada para filsuf dan pujangga, sedangkan dalam dunia Yahudi ada
para rabi dan orang-orang bijak. Dalam PL ada hal tentang ‘hikmat’ (Amsal dan
Pengkhotbah). Hikmat (Ibr: khokmah)
atau kebijakan selalu terarah pada praktik hidup sehari-hari. Orang bijak adalah orang yang adil,
benar, yang tahu diri kapan berbicara dan mendengarkan, dapat dipercayai,
memenuhi norma-norma yang ditetapkan oleh Allah, dan siap memberikan nasihat
kepada orang lain. Dalam PB, Yesus disebut “Rabi” atau Guru karena perkataanNya
meyakinkan. Yesus berkata dengan otoritas mesianis (exousia). AjaranNya membebaskan dan penuh dengan penghiburan. Untuk
menjadi penasihat ‘dalam Roh Kristus’ harus memenuhi syarat yang berat dalam 2
Kor.4:5 : “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus
sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai
hambamu karena kehendak Yesus”. Menjadi murid Yesus harus turut bekerja untuk sukacita jemaat (2
Kor.1:24). Hal menuntun ini juga berkaitan dengan hal disiplin gerejawi dan
katekisasi. Disiplin berkaitan dengan hal kebebasan, sedangkan katekisai
berkaitan dengan hak pendidikan rumah tangga yang ada di dalam tanggung jawab
orang tua semacam pemerintah kecil untuk mendidik anak-anak supaya menjadi
orang yang bertanggung jawab. Pada saat ini Injil juga menuntut seorang pastor
untuk menjadi penuntun yang sebagai saudara dari orang yang ia layani dalam
pastorat. Yang paling penting bagi pastor adalah hikmat atau pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman seperti yang kita baca dalam Alkitab. Pastor yang
demikian bukanlah orang yang mengetahui segala sesuat tetapi yang dapat
dipercayai dan yang dapat mendengarkan orang lain, yang telah menemukan
identitasnya sendiri sehingga dapat membantu dan menjadi tokoh identifikasi
bagi orang lain. Pastorbenar-benar melakukan apa yang ia katakan. Hanya atas dasar
kasih dan kepercayaan dapat tercipta pembaruan dalam jemaat.
4.
Mendamaikan orang dalam pelayanan pastorat.
Ada banyak jemaat yang hidup terpisah atau terasing
dari anggota jemaat lain dan dengan Allah. Keterasingan ini disebabkan oleh
pertentangan golongan, keluarga, suku, dll. Hal ini terjadi karena tidak cukup
mendapat perhatian dari gereja. Padahal pelayanan untuk pendamaian adalah salah
satu tugas penting yang ditugaskan oleh Kristus kepada gereja (2 Kor.5:18).
Tindakan pelayanan ini terletak pada relasi dengan banyak orang atau golongan
yang berselisih pendapat yang mengganggu relasi mereka. Fungsi mendamaikan
adalah berusaha memperbaiki relasi yang rusak antara manusia dan sesamanya dan
antara manusia dengan Allah. Hal ini bersumber pada karya pendamaian Kristus
sendiri sebagai jawaban atas dosa manusia. Inti dosa manusia adalah
pemberontakannya terhadap Allah dan pemutusan relasi imannya dengan Allah.
Akibatnya musnahlah hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dan dengan alam. Dalam PB,
istilah untuk pendamaian ini adalah “katallage”. Arti mula-mulanya adalah
pertukaran, seolah-olah telah terjadi pertukaran peranan antara Kristus dan
manusia. Karena dosa manusialah, maka Allah menolak manusia, namun Kristus yang
dengan sukarela mengambil alihnya dan menganugerahkan keselamatan dari Allah
kepada manusia (2 Kor.5:8 dyb). Oleh korban Kristus itu maka hubungan Allah
dengan manusia pulih seperti dahulu lagi. Kristus mendamaikan dosa seluruh
bangsa (Ibr.2:17; Mat.6:12; Mat.18:33). Relasi dengan Allah dan relasi dengan
sesama manusia tidak dapat dipisahkan. Hal ini sangat impresif dilukiskan dalam
perumpamaan anak yang hilang (Luk.15:11 dyb). Pengampunan dalam perumpamaan ini
menimbulkan konflik antara saudara karena tidak ada kasih yang banyak di antara
mereka sehingga dibutuhkan banyak pengampunan dan pendamaian dalam
konflik-konflik yang ada. Pelayanan pendamaian dalam gereja mulai dengan adanya
penyesalan atau pertobatan (metanoia)
dan pengakuan dosa (exhomologesis).
Kedua hal ini dilakukan di “kursi biecht”
(kursi pengakuan dosa) oleh rohaniawan yang memimpin pelayanan ini, tanpa
memaksa anggota jemaat untuk melakukan biecht.
Problematik sekitar dosa dan pendamaian muncul secara kuantitatif dan
kualitatif secara radikal. Misalnya dalam hal revolusi industri yang
memusnahkan relasi antara manusia kepada kemajuan teknik sehingga menimbulkan
problema-problema, adanya kebimbangan dan keputusasaan karena permusuhan
dimana-mana, pertentangan di bidang ekonomi yang memperdalam jurang antara yang
kaya dan miskin. Inilah akibat-akibat yang penting bagi pelayanan pastoral pada
masa kini supaya gereja harus menyadarinya sehingga perjuangan dan penderitaan
jemaat tidak semakin berat. Pelayanan pastoral ini juga membangkitkan kesadaran
di bidang politik dan sosial untuk turut menciptakan suatu masyarakat baru.
Lebih dari itu perlu menyadarkan jemaat
secara pribadi karena pada akhirnya pribadi-pribadi sendirilah yang
mempunyai persoalan, ketakutan, dan tanggung jawab sendiri.
Pelayanan pastoral jemaat menemati tempat yang
penting sebagai subyek dan obyek pelayanan. Menurut Thurneysen, percakapan
pastoral adalah percakapan gerejawi yang harus memimpin kepada jemaat di mana
firman Allah diberitakan dan sakramen dilayani. Gereja adalah ruang dan pelaku
dari pelayanan pastoral ini. Pelayanan pastoral terarah kepada orientasi
Kerajaan Allah. Selanjutnya menurut Brillenburg Wurth, subyek dari pelayanan
pastoral adalah Kristus Kepala gereja. Dalam pelayananNya Kristus menggunakan
pejabat-pejabat gerejawi, sedangkan jemaat adalah obyeknya. Teolog-teolog
Luthern seperti Trillhaas mengatakan bahwa pelayanan pastoral adalah pelayanan
jemaat sebagai tubuh Kristus kepada anggota-anggotanya. Sedangkan bagi teolog
pastoral di Amerika, sentral pelayanan pastoralnya adalah membantu manusia
dalam problema-problemanya. Gereja bertugas untuk memelihara segala sesuatu
yang terdapat di dalamnya, khususnya ibadah dan tata ibadah jemaat dan
menciptakan bentuk-bentuk pelayanan pastoral yang bersifat misioner dan
diakonal. Berikut ini kita melihat susunan, struktur, dan organisasi pelayanan
pastoral sebagai pastorat jemaat.
1.
Saling melayani dalam pastorat jemaat.
Bentuk dasar dari pelayanan pastoral adalah saling menggembalakan dalam hal
menasihati, mendoakan, menghibur, mengajar, melayani, dll. Tanggung jawab
seorang terhadap yang lain merupakan hakekat gereja dalam sebuah persekutuan
yang penuh, yang timbul oleh iman bersama dari anggota-anggotanya kepada
Kristus. Anggota jemaat sehati dan sejiwa, artinya hati dan jiwa mereka searah
dan setujuan. Perjamuan malam merupakan puncak dari persekutuan jemaat.
Hubungan dan tanggung jawab mereka berdasarkan atas apa yang Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat kerjakan bagi mereka. Manifestasi dari hal ini
adalah nampak dalam kata “kami” dari doa Bapa Kami. Makna kata ini adalah bahwa
Allah itu adalah Bapa mereka bersama dan jemaat adalah anak-anak dari satu
Bapa. Juga pengakuan iman yang mengatakan bahwa “persekutuan orang-orang kudus”
mempunyai makna bahwa gereja adalah orang-orang yang dipilih dan dikuduskan
oleh Allah untuk digunakan sebagai alat dalam karya penyelamatanNya. Di sini
fungsi pastoral untuk saling menyembuhkan secara utuh, saling membantu dan
menuntun dalam hidup dan pelayanan, dan mencari jalan pendamaian terlihat
jelas. Semua ini dapat terjadi apabila gereja kembali menata pelayanannya dan
memperlakukan jemaat sebagai orang-orang dewasa, dianggap secara serius hingga
tetap berinisiatif dalam persekutuan.
2.
Pastorat teritorial
Pastorat teritorial adalah pelayanan pastoral yang
diberikan kepada orang-orang yang tinggal dalam suatu teritorium atau daerah
yang sama. Untuk dapat menjalankan pelayanannya, gereja membutuhkan
peraturan-peraturan (1 Kor.14:40; 11:14), butuh ketetapan-ketetapan (1
Kor.7:17), butuh perintah-perintah (1 Kor.14:37), dll. Menurut struktur tradisional, sejak dahulu
pelayanan pastoral telah dijalankan oleh paroki (parokia: 1 Ptr. 1:17). Ketika agama Kristen dijadikan agama negara
pada abad ke IV, perlu sekali dibentuk pusat-pusat pelayanan pastoral di
daerah-daerah. Sejak abad IX model dasar dari pelayanan pastoral ini tersebar
ke seluruh eropa Barat yang hanya ditugaskan kepada imam saja. Dalam
perkembangan selanjutnya para pastor/pendeta mendapat tempat yang sentral dalam
pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral paroki (bagian jemaat) berlangsung dalam
bentuk kunjungan rumah tangga. Kemudian terjadi perubahan yang besar di mana
gereja juga menggunakan anggota jemaat biasa sebagai tenaga-tenaga sukarela
dalam pelayanan pastoral yang sebagaian besar para wanita. Dalam struktur fungsional, pelayanan antara
anggota jemaat biasa dengan pejabat gerjawi biasa berkumpul dan berunding
bersama tentang pelayanan yang dipercayakan kepada mereka.
3.
Pemberian pelayanan pastoral.
Pelayanan ini biasa disebut juga sebagai pemberian
bantuan pastoral sebagai perluasan dari kunjungan
rumah tangga. Kunjungan biasa dilakukan oleh penatua dan diaken untuk
membicarakan tentang soal-soal yang ringan. Misalnya, hidup kerohanian,
pendidikan anak-anak, pelayanan baptisan, perayaan perjamuan kudus, dll.
Sedangkan untuk soal-soal yang berat disampaikan kepada pendeta, lalu pendeta
melakukan kerja sama dengan ahli-ahli lain dalam soal gangguan penyakit dan
psikis. Pelayanan-pelayanan ini biasanya dipersiapkan dengan baik dan cermat.
Jadi, pemberian pelayanan pastoral adalah relasi yang diadakan oleh seorang
pastor/pendeta dengan anggota jemaat sebagai bantuan dalam terang injil dan
hubungan dengan jemaat Kristus untuk bersama-sama mencari jalan dalam soal-soal
percaya dan soal-soal hidup. Di sini terjadi relasi dan memberikan bantuan
kepada jemaat untuk persoalan mereka dalam jangka waktu yang lama. Maksud dan
tujuan pemberian pelayanan pastoral adalah memimpin dan membantu anggota jemaat
supaya dapat memfungsikan seluruh hidup kerohaniannya. Dalam pelayanan, injil
pembebasan menjadi motivasi yang paling dalam atau paling penting. Relasi yang
baik adalah mempunyai suatu momen yang menyembuhkan (terapeutis). Dalam hal ini pastor berusaha mendidik dan membina
anggota jemaat sebagai kawan-kawan sekerjanya.
4.
Pelayanan pastoral di kota-kota besar.
Jemaat hidup dalam suatu kebudayaan kota yang
dipengaruhi dan ditentukan oleh segala sesuatu yang ada dan terjadi di
kota-kota besar. Dengan membangun kota satelit, maka kota besar sebenarnya
telah kehilangan fungsi penghuniannya. Dalam perkembangan gereja di kota-kota
besar telah terbukti bahwa tidak sedikit gereja mengalami kekosongan
pengunjung. Pertanyaan yang paling penting dalam pelayanan pastoral adalah:
Bagaimana Gereja dapat tetap berada dalam situasi misioner dari pusat kota-kota
besar yang dinamis? Ancaman kekosongan ini diakibatkan oleh: 1. Kehilangan
fungsi teritorial yang hanya bisa bertahan dan masih menarik dikunjungi
karena nama baik di masa yang lalu, terutama untuk pemuda/pemudi gereja. 2.
Karena ada anggota jemaat dari berbagai gereja bersama-sama berusaha membentuk
persekutuan kristiani yang baru dan
menciptakan suatu hidup gerejawi yang baru. Anggota-anggotanya mendapat kesempatan
untuk membaca dan merenungkan firman Allah, bermeditasi, berdoa, dsb. Ada juga
jemaat yang berusaha membantu mereka yang bergumul dengan rupa-rupa problema,
memperoleh rupa-rupa keterangan tentang berbagai hal di segala bidang. Hanya
belum berhasil menatanya dan memberikan suatu struktur yang lebih baik. 3.
Adanya persekutuan-persekutuan hidup atau komunitas-komunitas yang menyerupai
hidup bersama antara orang yang telah menikah dengan yang belum menikah sebagai
protes terhadap lembaga pernikahan. Kadang mereka memiliki suatu ordo religius.
Umumnya mereka mempunyai fungsi menerima dan menuntun orang-orang yang hidup
dalam kekurangan (tuna wisma) atau yang menjadi korban narkoba, dan menderita
sesuatu yang kritis, dll.
5.
Pastoral kategorial.
Pastorat kategorial ialah pelayanan pastoral yang
diberikan kepada orang-orang yang termasuk pada suatu kategori yang sama.
Pelayanan ini dilakukan di berbagai bidang dan dalam rupa-rupa bentuk yang
berhubungan dengan orang atau jemaat yang hidup dan bekerja dalam situasi yang
khusus. Di tempat di mana banyak orang lama tinggal dan bekerja, kadang-kadang
timbul suatu jemaat kategorial.
Bentuk dasar pelayanan pastoral adalah percakapan
yang diadakan antara pastor dan anggota jemaat yang digembalakannya. Percakapan
pastoral berlangsung dalam perkunjungan rumah tangga. Kunjungan ini bisa secara
pribadi dan secara bersama. Yang pribadi biasanya membicarakan persoalan secara
lebih mendalam; sedangkan yang bersama-sama tentang hal-hal yang ringan. Yang
penting ada persekutuan, pertukaran pengalaman, pembacaan firman dan doa
bersama. Ada macam-macam bentuk pelayanan seperti lewat surat yang walaupun
menciptakan jarak/distansi tapi membuat orang yang bersangkutan saling
berdekatan. Bentuk lainnya adalah lewat telepon, radio, televisi, dll.
1.
Percakapan.
Inisiatif percakapan ada pada anggota jemaat.
Beberapa bentuk percakapan pastoral adalah sbb: 1. Memperkenalkan diri. Untuk
memberi informai dan pertukaran pengalaman serta mengungkapkan harapan-harapan.
2. Tematis. Misalnya tentang baptisan ulang. Pastor harus berusaha untuk
mengajari dan menobatkan orang yang hidup todak senonoh dan bersalah, bukan
baptisannya yang harus diulangi. 3. Bentuk diskusi. Beriskusi tentang sesuatu
hal dengan penekanan pada soal cara diskusinya, bukan soal prinsipnya. Dalam
diskusi butuh kesediaan untuk mendengarkan orang lain dan untuk mengerti
alasannya. 4. Percakapan yang membantu. Biasanya dianggap sebagai percakapan
pastoral yang sebenarnya. Orang yang bermasalah mendapat kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan sukacita atau dukacitanya.
2.
Percakapan pastoral.
Percakapan pastoral mempunyai segi-segi psikologis
dan teologis. Percakapan ini ditugaskan kepada gereja dan melalui gereja oleh
Kristus sebagai Pastor Agung. Percakapan terjadi atas dasar kewibawaan Yesus
Kristus. Gereja melakukannya sebagai utusan dan pelayanNya. Dalam percakapan,
firmanNya harus turut di dengarkan. Saat percakapan anggota jemaat sebagai
partner harus diterima tanpa syarat sebagaimana ia ada dan memahami keadaannya;
bukan menyetujui sifat atau perbuatan yang bersangkutan. Mengadakan suatu
percakapan harus menciptakan relasi yang baik yang membuat anggota menjadi
tenang dan merasa aman. Relasi ini tercipta ketika pastor memusatkan perhatian
pada persoalan teman bicara. Tugas pastor adalah menolongnya dengan melihat
persoalan dengan jelas dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan baik. Hal
lain yang penting adalah mengidentifikasikan diri dengan partner percakapan
atau memiliki sikap empati yaitu dapat merasakan dan memikirkan apa yang
dialami oleh partner dalam keadaan batiniah sehingga dapat menghayati apa yang
ia hayati. Rasa empati berarti mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan
oleh partner dengan kata-kata dan yang tidak diucapkan dengan kata-kata.
Artinya berusaha untuk mengerti apa yang dimaksudkan dan dirasakan oleh partner
sambil menunggu dan mengharapkan apa sebenarnya yang terjadi. Salah satu syarat
lainnya adalah pengertian supaya tidak bersifat dingin, tetapi harus terbuka
dan ditatang oleh rasa cinta kasih. Pastor harus menolong, menerima, dan
mengertinya dengan kata-kata dan perbuatan. Percakapan Pastoral[8]
adalah percakapan yang diadakan oleh pendeta/pelayan dengan anggota-anggota
jemaat melalui suatu proses untuk mengerti diri, persoalan dan situasinya atas
nama dan berdasarkan kewibawaan Yesus Kristus. Minat untuk melakukan percakapan
pastoral disebut “rapport” (hubungan).
Rapport adalah dasar pengertian atau itikad baik untuk sampai kepada saling
mengerti yang perlu untuk setiap percakapan dengan menaruh perhatian, bersikap
terbuka terhadap yang lain dengan melupakan sedikit kepentingan diri sendiri.
Anggota jemaat harus diterima tanpa syarat sebagaimana adanya dan mengerti
keadaannya. Di sini pendeta harus berusaha menciptakan relasi yang membuat
partner menjadi tenang dan merasa aman. Kemudian memusatkan perhatian pada
persoalan yang diceritakannya sehingga membuat partner merasa aman. Sikap ini
penting supaya yang bersangkutan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan baik.
Pelayan harus bisa mengidentifikasikan
dirinya dengan anggota jemaat sebagai partner percakapannya melalui sikap
empatis. Artinya, bisa menempatkan diri
dalam keadaan batiniahnya agar dapat menghayati apa yang diceritakannya. Juga mau mendengarkan
dengan seksama, baik yang
diucapkan dengan kata-kata maupun perasaan atau emosinya agar lebih sabar.
Sikap penuh kasih adalah dasar percakapan pastoral. Kasih berarti membiarkan
diri untuk dikenal oleh orang lain sangat penting karena jikalau kita berusaha
mengenal diri sendiri dengan sungguh-sungguh, maka jelaslah kita tidak baik
bahkan tidak selalu berkemauan baik. Hal-hal yang perlu dibuat agar kita
mendapat rapport untuk mengadakan percakapan pastoral a.l: a. pendeta memeriksa
diri bahwa minatnya untuk percakapan
adalah berdasarkan perhatian yang sungguh, simpati dan kasih terhadap partner
walaupun kita membenci dosa dan tidak setuju dengan perbuatan jahatnya; b.
pendeta mau memberi dirinya sendiri untuk dikenal oleh jemaat, dengan membuka
topengnya yang sering dipakai sebagai pelayan yang saleh dan sedikit lebih baik
dari pada warga jemaat biasa. Pendeta dan anggota jemaat sama-sama sebagai teman
dan orang berdosa yang mengharapkan anugerah pengampunan Allah; c. jika gagal
mengadakan rapport, jangan memaksakan diri tapi minta orang lain untuk
mengadakan percakapan pastoralnya. Menurut Dr. H. Faber, seorang ahli
penggembalaan di Belanda, membedakan tiga macam percakapan pastoral yaitu: a.
Percakapan mengenai soal-soal praktis; b. Percakapan tentang soal hubungan
dengan orang lain; c. Percakapan mengenai persoalan dalam hubungan dengan
Allah.
3.
Kunjungan rumah tangga.
Kunjungan RT adalah tradisi calvinis, yang
mengandung segi gerejawi dan manusiawi. Maksudnya adalah untuk memelihara
hubungan dan mau berusaha untuk membantu jemaat dalam persoalan dan pergumulan
mereka. Untuk segi manusiawinya, majelis bertemu dengan jemaat sebagai manusia
biasa yang hidup di dalam dunia di mana mereka hidup dan bekerja dalam segala
suka dan duka mereka. Di sini mereka bisa mencurahkan isi hati mereka kepada
pastor. Dlam kunjungan rumah tangga jemaat tahu bahwa pendeta adalah orang yang
tepat untuk mereka minta bantuan dan mereka sangat senang atas kunjungan itu.
4.
Tempat-tempat penumpangan.
Anggota jemaat yang berada dalam kesusahan selama
suatu waktu tertentu sangat mengharapkan tumpangan. Yang mereka butuhkan adalah
tempat penampungan dengan suasana pastoral, di mana mereka dapat bertukar
pikiran tentang bagaimana mereka harus menghadapi situasi mereka. Ada juga
orang-orang yang lebih serius kondisinya yang sangat membutuhkan bantuan
spiritual dan material, bahkan ada anggota jemaat yang untuk sementara harus meninggalkan
rumah mereka karena rupa-rupa penyebab.
5.
Bentuk surat dan telepon.
Sejak zaman rasul Paulus, pelayanan pastoral lewat
surat memainkan peranan penting. Surat adalah suatu alat yang selalu tersedia
untuk mengekspresikan diri seseorang. Sifatnya sangat hidup dan terikat pada
orang yang menulis dan menerimanya. Surat pastoral adalah suatu tanda yang
nyata dari cinta kasih dan perhatian kita kepada orang lain. Dalam surat orang
lebih baik mengungkapkan pikirannya dari pada dalam suatu percakapan. Dalam
surat ada motivasi psikologis dari penulisnya. Menuliskan surat gembala kepada
jemaat secara keseluruhan merupakan kebiasaan yang baik. Melalui telepon, ada
baiknya pastor harus selalu siap untuk menerima panggilan jemaat. Jika ada
kesibukan pastor mengusahakan ada orang yang menggantikannya. Maksud seseorang
untuk telepon adalah meminta informasi, atau sedang menghadapi suatu problema.
Pastor adalah pendeta jemaat yang harus memimpin
ibadah jemaat, pelayanan sakramen, peneguhan dan pemberkatan nikah, kateketik,
pemimpin dari berbagai badan gerejawi, dll. Beberapa hal yang menyangkut
dirinya, jabatannya, pengetahuannya, keterampilannya, tugasnya, dan
spiritualitasnya sebagai pastor yang bersumber pada Yesus Kristus sebagai
Pastor Agung adalah sbb:
1.
Identitas pastor
Identitas adalah istilah Perancis yang berarti sama
sekali sesuai, kesamaan, atau jati diri. Menunjukkan pribadi sesuai dengan apa
yang ia sebutkan atau katakan. Jadi, identitas pastor adalah orang yang berada
sesuai dengan dirinya sebagai pastor. Betapa sulitnya bagi kita untuk
membedakan eksistensi pribadi pastor dari tugas atau profesinya sebagai pastor.
E.H. Erikson dalam karyanya tentang
identitas pribadi, mengatakan bahwa dalam hidup manusia terdapat berbagai fase
yang harus ia lalui. Antara fase-fase itu ada suatu kontinuitas yang jelas,
lalu kalau tidak baik menempuh atau tidak berintegrasi dengan baik fase-fase
itu akan mengalami krisis atau ketegangan. Ketegangan-ketegangan itu nampak
antara pribadi dan jabatan atau antara teologi dan iman/percaya sehingga timbul
frustasi yang merugikan identitas sendiri. Selanjutnya Kruijne dalam karyanya tentang pastor dan identitas, ia tiba pada
kesimpulan bahwa dalam krisis identitas dari pastor, faktor-faktor intra-psikis
memainkan peranan yang dominan karena tidak tiba pada suatu kesadaran yang
matang tentang generativitas. Sesuai dengan itu maka modus keberadaannya
sebagai pastor, sebagai orang percaya, dan sebagai manusia terus menerus saling
medorong dan saling mencegah sehingga faktor eksternal yang bersifat
kemasyarakatan dapat menyebabkan dan memperbesar suatu krisis. Faktor-faktor
lainnya adalah seorang pastor juga seorang teolog yang harus dapat
mempertanggungjawabkan teologis tentang pekerjaannya dalam segi teoritis dan segi
eksistensial. Pastor sebagai verbi divini menister harus menemukan dirinya
sendiri dalam pelayanan pastoral karena berbeda dengan pelayanan pemberitaan
firman. Sebagai pastor, ia hidup dalam suatu tradisi tertentu dan harus
terdapat perdamaian. Selanjutnya pastor adalah orang gereja yang bisa
memperoleh suatu sikap yang baik terhadap gereja sebagai lembaga. Relai antara
jabatan gerejawi dan keahlian profesinya harus menemukan suatu jalan sebagai
wakil dari suatu gereja dalam masyarakat dengan segala ketegangan yang
ditimbulkannya. Segala faktor ini menentukan identitas pastor.
2.
Jabatan pastor.
Menurut E.
Thurneysen, seorang ahli teologi dari Swis mengatakan bahwa yang mempunyai
wibawa dalam pelayanan pastoral adalah Firman yang diberitakan. Pastor adalah
saudara dari anggota jemaat. Tanda yang menentukan panggilan dari seseorang
untuk melayani sebagai pastor adalah iman atau percayanya sendiri. Namun
seorang pastor haruslah seorang ahli dan teolog. Menurut Brillenburg Wurth,
seorang teolog gereformeerd mengatakan bahwa jabatan adalah penting dan sebagai
diakonia dengan suatu tempat tersendiri
dalam keseluruhan penyataan Allah. Pelayanan pastoral adalah suatu fungsi
jabataniah yang ditugaskan dari Allah dengan sesuatu yang spesifik seperti
pembasuhan kaki murid-murid oleh Yesus. Dalam terang ini, maka pelayanan
pastoral adalah pelayanan imamat. Namun antara anggota jemaat terdapat suatu
relasi wibawa sehingga dalam pelayanan tidak boleh merendahkan jabatan.
Memangku suatu jabatan gerejawi dalam playanan pastoral mempunyai suatu nilai
tersendiri yaitu identitas rohani, legitimasi oleh jemaat, pergaulan sebagai
saudara dengan saudara, dan juga rahasia jabatan.
3.
Keahlian pastor.
Pastor adala suatu fungsi rohani yang tidak
membutuhkan pengakuan masyarakat, tetapi yang ditatang oleh gereja. Namun
berhubungan dengan pekerjaannya yang banyak bergerak di bidang praktik, maka
persiapan studinya mencakup sebagian dari teologi praktika. Tugas teologi
praktika adalah menjaga supaya studi itu tetap bersifat teologis dan menjadi
praktis. Yang dibutuhkan adalah suatu studi yang teologis praktis yakni
mempunyai praksis sebagai locus
theologicus. Teologi praktika adalah ajaran tentang pekerjaan atau
pelayanan gereja. Keahlian pastor harus nampak dalam bidang hermeneutis dan
agogis. Sebagai hermenit, harus mampu menafirkan kitab suci dan
menginterpretasi Injil dalam situasi yang konkrit dari hidup manusia supaya
karya penyelamatan Kristus dapat dialami sebagai suatu kekuatan yang membarui
dan merubah. Sebagai agog (penuntun)
harus mempunyai suatu sikap dasar yang memampukannya untuk memperoleh identitas
pastoral dan memimpinnya pada eksistensi teologis. Untuk itu butuh komunikasi
dalam bentuk percakapan dan kegiatan pastoral lainnya dengan diri sendiri dan
dengan orang lain. Keahlian ini disebut keahlian interpretasi yang diperoleh
dari praktek hidup dan pengetahuan teoritis. Sebagai seorang teolog, pastor
harus dapat mengintegrasikan diri di segala bidang.
4.
Spiritualitas pastor.
Pelayanan pastoral sangat intensif terjalin pada
dimensi kerohanian manusia. Karena itu, pastor harus terus menerus
memperhatikan spiritualitasnya sendiri. Pastor harus memelihara dan meneruskan
rahasia keselamatan dalam Yesus Kristus. Ia harus menjadi actus traditionis, bahwa mereka dihayati oleh anggota jemaat
sebagai wakil dari suatu tradisi yang impresif yaitu kesaksian tentang Yesus
dari Nazaret. Pastor harus belajar mengenal Yesus ini karena hanya murid yang
dapat diutus sebagai pastor. Rasul Paulus mengatakan: “Ini yang kukehendaki,
yaitu mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam
penderitaanNya”.(Fil.3:10). Iman hanya dapat dibangkitkan oleh Roh Kudus. Yang
bisa dilakukan oleh pastor dan jemaat saat ada persoalan atau kendala yang
biasa atau bersifat psikologis adalah saling membantu untuk meniadakan
persoalan dan kendala. Dalam menghadapi persoalan, seorang pastor harus berani
bereksistensi sebagai manusia dan sebagai orang percaya yang diterima oleh
Tuhan. Ia boleh bekerja dalam nama Tuhan Yesus sebagai orang yang sendiri mengenal
penderitaan, pergumulan, dan kesepian dalam hidupnya ( as the wounded healer), atau sebagai orang yang mengalami bahwa
justru dalam kelemahanlah kuasa Allah menjadi nyata (2 Kor.12:9). Dalam
pergaulannya seorang pastor akan dikenal sebagai orang yang dapat diajak
berbicara, seorang yang percaya, dan seorang yang selalu bersedia untuk
menolong. Menurut H.J.M. Nouwen,
perkembangan spiritualitas pastor terdapat dua muka yaitu penerimaan diri
sendiri dan penghargaan diri sendiri yang satu dalam relasi yang lain. Hal
penyangkalan diri juga penting karena hanya dengan jalan ini manusia dapat
bertumbuh dalam iman atau percaya kepada Tuhan.
5.
Rumah pastor.
Biasa disebut juga dengan istilah pastori. Bagi
pastor yang sudah menikah, pelayanannya kadang membawa konsekuensi agak
menyulitkan anggota rumah tangga yang lain, sebab pastori bisa juga berfungsi
sebagai rumah jemaat dan tempat pelarian bagi orang-orang yang mempunyai
persoalan. Keluarga pastor (familia
dimoni) dianggap berkewajiban menolong orang, mempunyai fungsi sebagai
contoh atau teladan. Hal ini cukup menyulitkan anak-anak. Menurut Abineno, pastor harus berani menerobos
isolemennya dan membicarakan kesulitan dan problemanya dengan majelis jemaat;
majelis jemaat harus mengangkat seorang “pastor
pastorum” untuk membantu pastor dalam kesulitan dan persoalan mereka;
isteri pastor harus mendapat perhatian dari majelis jemaat.
VII.
PELAYANAN PASTORAL DI DALAM JEMAAT [10]
Pelayanan pastoral (penggembalaan) adalah pelayanan
yang dilakukan oleh pastor (gembala). Di dalam gereja tugas pelayanan pastoral
juga dilakukan oleh mereka yang dipanggil dan dipilih untuk itu. Pendeta dapat
melakukan pelayanannya bersama mitranya (co-pastor)
yang perlu diperlengkapi. Pelayanan yang ditunjang oleh keikutsertaan banyak
anggota atau pejabat gereja, jemaat akan sehat bertumbuh dan berbuah. Di dalam
Alkitab, gembala mengekspresikan penjagaan dan pemeliharaan oleh Tuhan. Jemaat
yang berjumlah banyak memerlukan pastoral yang baik dan memadai dan dilakukan
dengan penuh tanggung jawab kepada Tuhan dan di dalam nama Tuhan bagi kemuliaan
namaNya. Harus atas nama dan untuk Tuhan. Menurut Dr. M. Bons-Storm dalam karyanya berjudul “Apakah Penggembalaan
Itu?, bahwa gambaran penggembalaan semakin jelas dalam Yoh.21:15-19, tentang
menggembalakan anak domba dan domba dewasa.
1.
Manusia menurut Alkitab.
Seperti yang dikatakan Dr.J.L.Ch.Abineno dalam
bukunya “Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia” bahwa: 1. Manusia sebagai ciptaan Allah. Manusia diciptakan pada hari
terakhir dan menurut gambar dan rupa Allah. Hubungan antara manusia dengan
Allah sangat dekat dan luar biasa karena manusia mencerminkan keberadaan Allah
di dunia. Hubungan manusia dengan Allah, dengan sesamanya, dan dengan
lingkungan harus diwujudkan dengan baik. Kelebihan manusia adalah ia dijadikan
makhluk yang bertanggung jawab. 2.
Manusia sebagai totalitas. Manusia adalah kesatuan yang utuh menyeluruh,
terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh yang tak terpisahkan satu dengan yang lain.
Jika Alkitab mengatakan “jiwaku memuji Tuhan” berarti aku memuji Tuhan
(Mzm.103:1; 104:1, 3, 5) atau dalam PB mengatakan: “Tuhan menyertai rohmu”,
berarti Tuhan menyertai dirimu seutuhnya. (2 Tim.4:22). 3. Manusia diciptaan bukan sendirian. Allah menciptakan mereka
laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri. Mereka diajak untuk hidup bersama
menata kehidupan. Manusia dilihat secara komunal dan dalam konteks hidupnya. 4. Manusia dan masa depannya. Manusia
memikirkan masa depan yang lebih baik dan percaya akan kehidupan setelah
kematian atau mempercayai kehidupan kekal. Hal ini namapak dalam pemahaman
tentang dosa dan berjalan sesuai kehendak Allah dalam semua aspek kehidupan.
2.
Kepribadian yang sehat.
World Health
Organization (WHO) pernah merumuskan gambaran
tentang kepribadian yang sehat sbb: 1. Mampu memperoleh penyelesaian secara
efektif dan positif dalam situasi hidup yang berbeda-beda dan mempu mencerna
pengetahuan yang seluas-luasnya. 2. Mampu beradaptasi secara konstruktif pada
realita yang ada. 3. Relatif bebas dari rasa tegang, cemas, dan tertekan. 4.
Menerimaan kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman pada masa mendatang. 5.
Dapat mengarahkan/menjuruskan permusuahan pada penyelesaian yang konstruktif.
6. Memperoleh kepuasan dari hasil usahanya. 7. Merasa lebih puas memberi dari
pada menerima. 8. Mampu behubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan
saling memuaskan. 9. Mempunyai daya kasih sayang yang besar. Semua hal ini
menolong kita untuk berusaha menjadi manusia yang sehat kepribadian. Dapat kita
tarik kesimpulan sbb: Sikap positif: Memiliki
sifat positif artinya selalu ingin mencari yg terbaik bagi diri dan untuk semua
orang. (Rm.14:19; 5:3b-5).
3.
Menempatkan diri pada orang lain demi kebaikan:
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang
berbuat kepardamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh
hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat.7:12). Tidak mencari keuntungan atau
kesenangan sendiri adalah rumusan yang perlu diperhatikan juga (Rm.12:15;
15:1-3; Mat.22:39; Kis.20:35).
Ciri
kasih: Kasih adalah yang terbesar (1 Kor.13:13), menjiwai
semua perbuatan baik dan menjadi pendobrak segala hambatan yang berhubungan
dengan orang lain melalui proses tolong menolong dan usaha saling memuaskan
(Gal.6:2).
Mula-mula dicetuskan oleh William A. Clebsch dan Charles
R. Jaekle yang diperkenalkan oleh Seward
Hiltner sbb:
1. Healing
(menyembuhkan)
2. Sustaining
(membantu/menopang)
3. Guiding
(membimbing/menuntun)
4. Reconciling
(mendamaikan)
5.Nurturing(mengasuh/merawat/memelihar).
Ditambahkan oleh Howard Clinebell
untuk mendekatkan pemahaman mengenai kaitan yang erat antara pendidikan dan
konseling.
Kepedulian Kristus dan gerejaNya nampak dalam keselamatan
holistik dalam pluralisme sosial, budaya, dan keagamaan. Salah satunya dalam
bidang kemiskinan, baik sebagai kondisi ketidakmampuan
seseorang untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan maupun mencakup
rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tidak adanya jaminan masa depan,
kerentanan (vulnerability),
ketidakberdayaan, ketidakmampuan menyalurkan aspirasi, dan ketersisihan dalam
peranan sosial. Pelayanan pastoral untuk kaum miskin kurang diperhatikan.
Karena itu gereja harus terus hidup dalam semangat keselamatan holistik sebagai
perwujudan dari panggilan pelayanan pastoralnya. Tantangan globalisasi dan
kemiskinan ini memanggil gereja untuk mengerjakan berita injil dengan tindakan
kenabian mulai dari pewartaan sampai aksi konkrit yang tuntas.
1.
Tantangan pelayanan pastoral gereja.
Gereja
juga ditantang untuk masuk dalam realitas persoalan masyarakat yang menjadi
konteksnya. Panggilan untuk berteologi kontekstual (contextual theology) adalah kepastian dalam upaya pengembangan
pelayanan pastoral gereja. Artinya pelayanan teologi dari bawah yang
dikembangkan berdasarkan apa yang hidup dalam keseharian jemaat. Hal ini
sejalan dengan tujuan teologi pastoral yang selalu ada kebutuhan untuk membawa
nilai-nilai agama dan moral ke dalam sebuah hubungan yang berkaitan dengan
kebutuhan dasar manusia untuk menginterpretasi arti masalah dan cara
pemecahannya. Jadi, jemaatlah yang menjadi teolog primer dan para teolog ilmiah
sebagai teolog sekunder yang membantu jemaat. Realitas pertama yang menjadi
konteks gereja di Indonesia adalah pluralitas
masyarakat secara sosio budaya maupun agama. Realitas ini akan menuntut gereja
untuk mengembangkan pendekatan sosio budaya dalam pelayanan pastoralnya, sehingga
mempunyai persepsi pengembangan teologi multikultural. Banyak pusat
pengembangan teologi yang semakin pluri-centric.
Dasar teologis yang sesuai untuk merespons realitas pluralisme adalah Tuhan
Allah hadir dan bekerja di mana-mana, kapan saja, tidak dapat dibatasi oleh
tempat, waktu, dan kelompok tertentu. Konteks lainnya adalah kemiskinan di tengah globalisasi. Dalam
aspek ekonomis ditandai adanya kesepakatan Washington (Washington Consensus), di mana negara-negara yang berhutang kepada
lembaga keuangan internasional (International
Monetary Fund / IMF) wajib melakukan stabilitas makro ekonomi, liberalisasi
perdagangan, dan privatisasi. Globalisasi telah menyebabkan masyarakat menjadi
semakin rentan (vulnerable) terhadap
gejolak ekonomi global. Nilai-nilai tradisional bergeser sehingga melemahkan
sendi-sendi kebersamaan yang pada dulu berperan sebagai jejaring pengaman
sosial tradisional (traditional social
safety nets) di masa sulit. Hasilnya adalah muncul kemiskinan yang
dipaksakan, pengucilan (exclusion),
kesewenangan dalam mengelola SDA sebagai milik penguasa, dan pelenyapan budaya
lokal. Fakta kemiskinan ini telah terbawa ke pintu gereja, maka rencana dan
infrastruktur perlu dibuat agar gereja dapat mengatasi masalah ini. Pendeta dan
aktivis gereja harus dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menghadapi kebutuhan pastoral kaum miskin.
2.
Pemerdekaan orang miskin: Sebuah tantangan karya pastoral.
Gereja
berjalan dalam jalan kemuridan dan merupakan kesaksian kehidupan yang nyata
mengaku melalui peran dan karyanya di dunia. Hal ini disaksikan dalam pewartaan
keselamatan holistik dalam jemaat khususnya ditengah kaum miskin dan tertindas.
Injil memberi kekuatan perjuangan bagi gereja kini dan di dunia ini. Gereja
harus mewartakan dan mewujudkan tentang Kerajaan Allah dan tahun rahmatNya yang
akan datang (Luk.4:18-19). Kesaksian dalam Matius pasal 25-26, Yesus mengaitkan
kewajiban terhadap orang miskin dengan diriNya sendiri. Pasal 25 mengatakan
bahwa perbuatan baik dan pelayanan terhadap kaum miskin adalah perbuatan baik
untukNya; sedangkan dalam pasal 26 Yesus mengatakan bahwa ketika Ia sudah tidak
ada di antara kita, kita harus terus memberikan pelayanan terhadap kaum miskin
seperti kita melayani Yesus sendiri. Hubungan iman dengan Kristus akan
membuahkan perbuatan amal dan kasih. Pelayanan pastoral tanpa pamrih karena
kasih kita tidak akan menyakiti mereka yang ditolong. Tindakan memberi jauh
lebih utama atau lebih berbahagia memberi dari pada menerima (Kis.20:35), dan
gereja dipanggil untuk mewujudkan semangat yang tidak bisa di beli dengan uang
yakni kesamaan, kemerdekaan, keadilan dan perdamaian. Kemuridan gereja akan
bermakna ketika berbaur dan masuk dalam perjuangan rakyat miskin, mengupayakan
kemerdekaan, dan keadilan bagi mereka. Gereja berjuang bersama
saudara-saudaranya dari berbagai agama dan elemen masyarakat lainnya yang telah
lebih dahulu berjuang bersama kaum miskin.
3.
Merangkul ilmu-ilmu sosial dalam karya pastoral.
Pelayanan
pastoral dituntut lebih profesional dan lebih membuka diri kepada ilmu-ilmu
kemasyarakatan. Di sini pendeta perlu ada pendekatan lintas disiplin seperti
sosiologi, ekonomi, psikologi, antropologi, dll. Teori dan pemahaman dari
ilmu-ilmu ini digunakan sebagai dasar bagi pelayanan pastoral. Menurut Irawan Soehartono (1995), komponen
pengetahuan dalam pekerjaan sosial dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan
yaitu: pengetahuan asimtif, pengetahuan hipotetik, dan pengetahuan yang sudah
teruji. Lalu menurut J. Janse van
Rensburg (2000) mengidentifikasikan lima buah hipotesis atas kondisi
kemiskinan yang relevan sebagai dasar penelitian bagi pengembangan pelayanan
pastoral yaitu: 1. Pelayanan pastoral terhadap kaum miskin membutuhkan suatu
pendekatan jangka panjang di dalam pelayanan dan pembinaan. Keputusasaan dalam
konteks kemiskinan sangatlah hebat dan mendalam sehingga campur tangan
pelayanan pastoral butuh waktu jangka panjang. 2. Perumpamaan tentang gembala
(Yoh.10) dan tentang tubuh Kristus (1 Kor.12) sangat penting di dalam pelayanan
terhadap kaum miskin. Keduanya tidak boleh dilangsungkan bersama dengan sebuah
pelayanan amal berencana sebisa mungkin. 4. Pelayanan pastoral dan pembinaan
terhadap kaum miskin membutuhkan keahlian profesional. Hal ini penting karena
masalah emosional dan praktis dapat muncul saat pelayanan dan pembinaan,
masalah stres dari kemiskinan dapat menimbulkan masalah psikologi dan
psikopatologi yang menjadi sumber kemiskinan. 5. Pendekatan hermeneutik penting
dalam pelayanan pastoral dan pembinaan masyarakat miskin. Pendekatan
hermeneutik inter-subyektifitas dalam pelayanan pastoral dibutuhkan karena
pendeta bukan orang miskin sehingga tidak bisa memahami secara langsung
penderitaan kaum miskin. Meningkatkan pengetahuan asumtif dan hipotesis menjadi
pengetahuan yang teruji merupakan tugas penelitian pelayanan pastoral. Fungsi
penelitian ini adalah memberi sumbangan bagi pengembangan pengetahuan yang
dapat dipercaya dalam melayani tujuan dan cara kerja pelayanan pastoral. Gereja
Tuhan mempunyai kewajiban yang besar untuk memberikan pelayanan pastoral kepada
masyarakat miskin, rentan, dan tersisihkan. Gereja harus siap untuk mengadakan
pelayanan pastoral pada perkembangan akhir-akhir ini yang mengindikasikan bahwa
kemiskinan akan meningkat dalam dekade sekarang. Pendekatan menyeluruh
(holistik) dan berjangka panjang dapat memberikan hasil terbaik dalam hal penyembuhan luka akibat kemiskinan, mendukung iman kaum miskin dalam situasi
yang sulit, membimbing mereka menuju
pemecahan maslah atau mengurangi beban. Semua ini dapat terlaksana hanya di
dorong oleh kasih tanpa pamrih sehingga kaum miskin dapat merasa pendamaian oleh karena diterima dan
dicintai dengan kasih yang tanpa pamrih itu. Itulah fungsi pelayanan pastoral
yang sesungguhnya.
--------------------------------
[1] Laporan buku dari beberapa buku
tentang Pastoral.
[2] Dr. J.L.Ch. Abineno, Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hal.1-18.
[3]a.Internet:Alkitab.sabda.org/article.php?no=847&type=12 Apa
asal-usul dari gelar atau sebutan "Pendeta" (Reverend) yang
dipakai untuk para pelayan Injil? Asal-usulnya tidak jelas. Kata itu diketahui
telah dipergunakan sejak abad ketiga belas. Kata itu merupakan gelar yang
diakui pada zaman Reformasi. Kaum Puritan memakainya dan Richard Baxter menyapa
rekan sekerjanya dalam pelayanan dengan sebutan "Reverend Brethren"
("Saudara Pendeta)." Dalam gereja mula-mula para pendeta ditunjuk
sebagai "pemimpin." Sebutan "pendeta," yang dipakai
kemudian, mengacu kepada sifat dari jabatan, bukan kepada individu. Sebutan itu
mengangkat atau menilai tinggi pekerjaan itu bukan pekerjanya. Ketika menyebut
dirinya sendiri sebagai rasul, Paulus memuliakan pelayanannya (Rm.11:13) dan
ini dipahami dengan benar dalam konteks kata "pendeta," yang bagaimanapun
rendah pekerja itu, namun menghormati kerja keras yang dilakukan dengan mata
hanya tertuju kepada kemuliaan Allah dan keselamatan manusia.
b.loveebenhaezer.blogspot.com/.../jabatan-pastor-itu-istilah-kristen-ata...
Kata "Pendeta" berasal dari bahasa Sansekerta (bahkan beberapa
tafsiran mengatakan berasal dari bahasa Pali atau malah bahasa Tamil), yakni :
"PANDIT/PANDITHA". Makanya agama Hindu & Buddha juga memakai
istilah "PANDITHA / PENDETA" untuk pemuka agamanya. Di
Indonesia, saat ini istilah pendeta secara khusus malah digunakan untuk sebutan
pemimpin agama-agama Kristen Protestan, Hindu atau Buddha secara umum, istilah
ini kadang-kadang juga digunakan untuk pemimpin agama Konghucu. Sedangkan agama
Islam menggunakan ustadz. Entah salah kaprahnya ini dimulai sejak kapan
sehingga, arti kata Pandhita akhirnya mengalami Penyempitan makna menjadi
"Pemimpin Umat Kristen"padahal sejatinya bukanbegitu & tidak sesederhana
itu!!!Pendeta (dalam istilah Dewanagari: पण्डित, paṇḍit) asalnya adalah sebutan bagi
pemimpin agama Hindu. Kata pendeta berasal dari kata Pandita
(bahasa Sansekerta), yang berarti brahmana atau guru agama Hindu atau Buddha.
Namun arti lebih khusus lagi adalah : pandhita artinya = orang yang berilmu.
c. www.artikata.com/arti-344433-pendeta.html
Definisi 'pendeta'Indonesian
to Indonesian. noun
1. 1 orang pandai; 2
pertapa (dl cerita-cerita lama); 3 pemuka atau pemimpin agama atau
jemaah (dl agama Hindu atau Protestan); rohaniwan; guru agama; ke·pen·de·ta·an
n perihal yg menyangkut pendeta
[4] Ibid. Hal.20-46.
[5] Ibid. Hal. 48-66.
[8] Dr. M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta: BPK:
Gunumg Mulia,1999), hlm.56-62.
[10] Pdt. Dr. Samuel O. Purwadisastra
dalam Pdt.Dr. Daniel Susanto (Editor) Bungan
Rampai Teologi dan Pelayanan Pastoral: Buku Kenang-kenangan 25 Tahun Pelayanan
pendeta Daniel Susanto selaku pendeta di GKI Menteng Jakarta (6 Juni 1978 – 6
Juni 2003). (Jakarta: Majelis Jemaat GKI Menteng), hal.53-66.
[11] Bandingkan: Loc.cit. Abineno, hal.48-63.
[12] Dr. Sudarno Sumarto, dalam Ibid. hal. 148-160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar